Sejarah Wanita Buddhis Indonesia

Sejak bangkitnya kembali agama Buddha di Indonesia sekitar tahun 50-an, sudah terdapat seksi-seksi wanita dari berbagai wihara, yang kemudian pada tahun 70-an terbentuk organisasi dan koordinator berbagai cabang dan seksi Wanita Buddhis. Pada saat itu tidak ada sekte-sekte atau Majelis Agama, semuanya masih merupakan kesatuan dari perjuangan umat Buddha di bawah panji Persaudaraan Upasaka – Upasika Indonesia (PUUI). Terdapaat jasa para ibu-ibu yang telah turut berpartisipasi aktif dalam mempelopori pergerakan para wanita dalam beragama Buddha di wihara masing-masing, seperti Ibu Sujata, Ibu Visakha Gunadharma, Ibu Djamhir, dll.

 

Pada tanggal 14 Juli 1973 terbentuk Wanita Buddhis Indonesia, di mana pengurus aktifnya termasuk Ibu Sujata dan Ibu Visakha Gunadharma. Generasi penerusnya merasa perlu adanya koordinator dan bentuk organisasi yang lebih mantap. Maka pada tahun 1976 di Bandung diadakan re-organisasi. Dengan bantuan Sangha Agung Indonesia dapat dibentuk / dikoordinir wanita-wanita dari wihara-wihara dari 18 propinsi. Wadah itu tetap bernama Wanita Buddhis Indonesia, disingkat WBI dengan Ketua Umum pertama adalah Ibu DR. Parwati Soepangat, MA. Biku Ashin Jinarakkhita pernah berkata: ‘Parwati itu Srikandi Buddhis asal Solo.’

 

Tahun 1986 dimulailah usaha-usaha pendekatan untuk melaksanakan Kongres Pertama. Pada tanggal 7 Januari 1987 Pengurus Pusat WBI yang terdiri dari Ketua dan Anggota Pengurus lainnya diterima oleh Direktur Urusan Agama Buddha di kantor Departemen Agama untuk menjelaskan maksud Kongres tersebut. Pertemuan itu dihadiri pula oleh Pengurus Pusat Walubi dan Majelis-majelis Agama yang saat itu sedang rapat. Sesudah diutarakan oleh Ketua WBI, Biku Girirakhito selaku Ketua Walubi Pusat memberikan dukungan penuh. Masing-masing Majelis di Walubi memberi sambutan positif dan anjuran adanya Wadah Tunggal, dan bersedia membantu terlaksananya Kongres Pertama. Hari itu juga Pengurus WBI menghadap KOWANI, diterima Sekretaris Jendral, di mana didapatkan jawaban bahwa keinginan WBI untuk menjadi anggota KOWANI disambut baik, syaratnya harus ada di 17 propinsi dan mempunyai cabang sedikitnya 20 kota. Pengurus WBI menyanggupi mengajukan daftar yang diminta. Tanggal 14 Januari 1987 di Departemen Agama diadakan pertemuan antara Pengurus Pusat WBI dari Bandung dan Wakil dari 7 Majelis Agama Buddha. Sidang menyetujui untuk membentuk Panitia Pelaksana Kongres yang diketuai oleh Sri Utami Oka Diputhera dan wakilnya Murniwati Tedja serta bidang-bidang yang diperlukan.

 

Tanggal 15 Januari 1987 Pengurus Pusat dan Panitia Pelaksana sebanyak 20 orang dengan diantar Direktur Urusan Agama Buddha dan Walubi diterima Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (almh. Ny. Lasiyah Soetanto SH). Tanggal 3 Februari 1987 Panitia menghadap Menteri Agama. Menteri Agama menyambut baik Kongres Wanita Buddhis Indonesia, dan bersedia hadir. Tanggal 13 Februari 1987 Ketua Pengurus Pusat WBI menghubungi Mayjen DR. Ibnu Hartomo untuk menanyakan kemungkinan Ibu Negara dapat hadir atau tidak, yang disanggupi untuk menguruskan dengan pihak istana. Tanggal 14 Februari 1987 pagi-pagi di Wihara Vimala Dharma Bandung diterima berita langsung dari Cendana, bahwa Ibu Tien Soeharto akan berkenan hadir membuka Kongres Wanita Buddhis Indonesia. Segera segala sesuatu diurus dengan Protokol Istana, yang tidak akan dapat dilupakan jasa dari Drs. Tjoetjoe Alihartono yang turut memperlancar segala proses perijinan.

 

Pada tgl 17 Februari 1987 di Gedung Wanita Nyi Ageng Serang, Jakarta Kongres Wanita Buddhis Indonesia dibuka secara resmi oleh Ibu Tien Soeharto. Sekitar lebih dari 1000 orang hadir, merupakan wakil Pemerintah, Organisasi Buddhis dan undangan lain. Peserta dan Peninjau dengan seragam kuning telah hadir dengan catatan 260 peserta dengan mandat dan 500 peninjau. Pada Kongres tersebut telah pula diberikan pengarahan-pengarahan antara lain oleh Ny. Sulasikin Murpratomo selaku Ketua GOLKAR Pusat, TIM PKK, Menteri Agama yang diwakilkan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha, serta Bapak Mayjen DR. Ibnu Hartomo.

 

Ibu Parwati, Ketua Umum pertama KBWBI, sesudah perdebatan yang hangat antara wakil-wakil Majelis di mana ada dua pilihan, masuk dalam organisasi WBI yang telah ada, atau membuat wadah baru, maka WBI dengan kebesaran hati demi kerukunan, meleburkan diri dan bersama membentuk wadah baru dengan nama KELUARGA BESAR WANITA BUDDHIS INDONESIA (KBWBI) dengan Ketua Umum DR. Parwati Soepangat, MA dan ketua-ketua yaitu Sri Utami Oka Diputhera, dr. Somali Tamsil dan Aryani Wijaya, SH. Sebagai sekretaris adalah Ir. Martine Sradaputta, Vimaladewi Salim, SH dan Dra. Soeyati Prawoto, dan Bendahara yaitu Seniwati Haryanto Wijaya, Ratna Murniwati Tedja dan Lilies Hasan Soenardi, serta dibantu oleh bagian seksi-seksi lain. Semenjak berdirinya KBWBI telah aktif mengikuti kegiatan KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) selaku organisasi kemasyarakatan wanita Indonesia berlingkup nasional, dan turut serta dalam berbagai kegiatan keagamaan, pendidikan maupun sosial. Seiring terjadinya konflik dalam tubuh Walubi, gerak langkah organisasi KBWBI selaku wadah tunggal yang lintas sekte pun tersendat, terutama pada tingkat akar rumput.

 

Sejalan dengan semangat reformasi dan kebutuhan akan pentingnya pembinaan serta konsolidasi kaum perempuan sebagai salah satu pilar utama dalam tubuh keluarga besar Buddhayana, dan atas dukungan yang besar pula dari Sekjen Sangha Agung Indonesia Y.A. Dharmavimala Thera, maka pada Munas VII Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) pada tanggal 24 – 26 Oktober 2003 di Pasuruan, Jawa Timur, Sidang Komisi D yang khusus membahas tentang Bidang Pemberdayaan Wanita sepakat untuk kembali menghidupkan organisasi Wanita Buddhis Indonesia (WBI) yang pernah berdiri pada tanggal 14 Juli 1973. Dan pada Sidang Paripurna Terakhir Munas VII MBI tersebut, WBI disahkan sebagai salah satu organisasi Badan Otonom dibawah naungan MBI bersama dengan Sekber PMVBI. Terpilih sebagai Ketua Umum berikutnya yaitu Ibu Metta Suri Citradi dan Sekjennya Ibu Padma Devi, S.Kom. Sementara DR. Parwati Soepangat, MA diangkat sebagai Ketua Kehormatan WBI dan tetap menjabat sebagai Ketua Umum KBWBI. WBI juga aktif berpartisipasi di KOWANI dengan mengirim 3 (tiga) orang Pengurus Pusat WBI saat itu dan tercatat sebagai anggota Pengurus Kowani, yaitu Ibu Prajnaparamita di bidang moral dan agama, Ibu Silvia Rimba, Dipl. Kauff. di bidang Hubungan Luar Negeri dan Ibu Elly Liana Salim di Bidang Tenaga Kerja.

 

Susunan pengurus WBI pusat hasil Munas VII MBI Segera setelah itu komposisi lengkap Pengurus Pusat WBI pun terbentuk dan dilantik oleh Ketua Umum DPP MBI, Bapak Sudhamek AWS, SE, SH. Konsolidasi ke daerah pun dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi di berbagai provinsi untuk membentuk Pengurus Daerah WBI. Pengurus Daerah segera menindaklanjuti dengan membentuk Pengurus Cabang di wilayahnya masing-masing. Konsolidasi organisasi ini terus diupayakan dalam rangka untuk menjalankan fungsi WBI sebagai organisasi yang menghimpun potensi wanita buddhis yang berwawasan Buddhayana berdasarkan persaudaraan dan kasih sayang tanpa membedakan aliran dan suku, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar Pasal 6.

 

Di tiap kota mau pun desa para wanita dari berbagai wihara berperan aktif sebagai salah satu pilar utama yang menunjang kelangsungan hidup wihara. Tidak sedikit kaum wanita yang menjalankan fungsi dharmaduta dan karya pelayanan umat lainnya. WBI juga aktif menjalin hubungan dan kerjasama dengan berbagai organisasi kewanitaan dan lintas agama. Ketua Umum WBI ketiga pada saat ini adalah Ibu Ir. Berinah dan Sekretaris Umum Ibu Vera untuk masa bakti 2014 – 2018. Pengurus WBI yang saat ini diutus untuk turut berpartisipasi di dalam KOWANI adalah Ibu Harijati di bidang moral dan agama, Ibu Jani Tandi di bidang lingkungan hidup dan Ibu Medya Silvita di bidang pendidikan-ilmu pengetahuan & teknologi-seni dan budaya (ipteksenbud). Saat ini WBI telah memiliki anggota yang tersebar ke 26 propinsi di seluruh Indonesia.

 

Wanita Buddhis Indonesia sebagai bagian dari potensi Perempuan Indonesia diharapkan mampu menjawab tantangan dengan menampilkan keselarasan dan keserasian antara berbagai peranannya sehingga dapat turut serta mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera dan bahagia. Karena Wanita Buddhis Indonesia merupakan potensi umat Buddha yang mendasarkan pengabdiannya pada kehidupan beragama, maka segala peran sertanya dalam masyarakat untuk mewujudkan berhasilnya pembangunan nasional akan selalu dilaksanakan dengan landasan spiritual berdasarkan Buddha Dharma.